Oleh: Tjahja Gunawan (Wartawan Senior) MediaBantenCyber.co.id - (MBC) Kota Tangerang Selatan, Terus terang saya geli bercampur sedih menyaksikan peristiwa politik di panggung kekuasaan saat ini. Merasa geli karena seorang ketua umum (ketum) partai penguasa dilantik untuk menduduki jabatan yang secara struktural berada di bawah seorang petugas partai dari parpol penguasa tersebut. Merasa sedih karena penulis sebagai rakyat biasa semakin hari semakin sering menyaksikan perilaku elite politik yang saling berebut kekuasaan dan jabatan di hampir semua lini birokrasi dan struktur kelembagaan politik lainnya.
Seperti kita ketahui bersama, pada Rabu, 13 Oktober 2021, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, dilantik sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), di Istana Negara, Jakarta. Dia dilantik oleh Presiden Joko Widodo yang nota bene sering juga disebut sebagai Petugas Partai. Penyebutan istilah Petugas Partai ini bukan dari saya atau dari masyarakat, tapi sering dilontarkan oleh Megawati Soekarnoputri di berbagai forum terbuka.
Pengertian lugas dari kalimat Petugas Partai tersebut dalam frase bahasa pergaulan orang-orang Betawi kira-kira begini: "Eh walaupun elo Presiden, tapi elo bukan siape-siape. Elo tetap berada dibawah ketiak gua sebagai pimpinan partai".
Nah, tiba-tiba sekarang Pimpinan Partai Penguasa itu dilantik oleh petugas partainya. Artinya secara struktural, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan ini harus "tunduk dan patuh" kepada Presiden Jokowi yang notabene posisinya sebagai petugas partai (PDIP).
Dengan premis di atas, mungkin saja ada orang yang menuduh penulis tidak memahami konteks birokrasi dengan politik? Justru pelantikan Megawati menjadi seorang pejabat di jajaran birokrasi sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN, telah menyalahi etika politik dan birokrasi. Apalagi sesungguhnya jabatan Megawati di birokrasi bukan hanya di BRIN, sebelumnya dia juga sudah dilantik sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila).
Baca Juga : Ketika Puan 'Menantang' Petugas Partai Jokowi
Dapat Gaji Dobel?
Berdasarkan Perpres No 42 Tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan fasilitas lainnya bagi pimpinan, pejabat dan pegawai BPIP yang diteken Presiden Jokowi pada 23 Mei 2018, Megawati berhak mendapatkan Gaji Senilai Rp112. 548. 000 per bulan. Saya belum mengetahui berapa besarnya gaji Megawati dalam jabatan barunya sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN.
Yang jelas dalam Keppres Nomor 45 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pengarah BRIN disebutkan, "Dan kepada yang bersangkutan masing-masing diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya sesuai peraturan perundang-undangan".
Selain Megawati, sembilan orang lainnya juga ditetapkan sebagai Dewan Pengarah BRIN, di antaranya Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dilantik menjadi Wakil Ketua Dewan Pengarah.
Baca Juga : Judi Layang-layang, 5 Orang Berhasil Diamankan Petugas
Selain itu ada juga Sudhamek Agung Waspodo Soenjoto sebagai Sekretaris Dewan Pengarah. Sebelumnya dia juga anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Sudhamek Agung juga dikenal sebagai pengusaha, pimpinan Grup Garuda Food. Sementara enam orang lainnya ditetapkan sebagai Anggota Dewan Pengarah BRIN, yakni Emil Salim (mantan Menteri KLH di zaman Orde Baru) , I Gede Wenten, Bambang Kesowo (Mantan Menteri Sekneg di era Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2001-2004), Adi Utarini, Marsudi Wahyu Kisworo, dan Tri Mumpuni.
Menurut Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, fungsi Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN nantinya menjadi pagar aktivitas keilmuan agar tetap berlandaskan ideologi Pancasila. Harapan penulis: Semoga Pancasila tidak dikerdilkan menjadi Trisila dan Ekasila. Sebagaimana kita ketahui bersama, Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang semula hendak dipaksakan dibahas di DPR mendapat penolakan keras dari masyarakat. Itu karena dalam pasal 6 RUU HIP memuat tentang Trisila dan Ekasila. Banyak yang menganggap itu sama saja mengerdilkan Pancasila. Pada Pasal 6 RUU HIP dinyatakan bahwa ciri pokok Pancasila disebut Trisila, antara lain Ketuhanan, Nasionalisme dan Gotong Royong.
Baca Juga : 1 dari 4 Pelaku Pencuri Spesialis Sembako Ditembak Mati Petugas
Semua sila dari Pancasila tidak dapat dilaksanakan secara terpisah-pisah karena Pancasila merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling berkaitan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sila pertama dan utama yang mendasari keempat sila lainnya.
Setelah RUU HIP kandas di DPR, sekarang dibentuk BRIN. Ada kesan, RUU HIP gagal dibuat jadi UU kemudian diganti dengan BRIN. Menurut anggota Komisi VII DPR Mulyanto, pembentukan Dewan Pengarah di BRIN tidak memiliki dasar hukum.
"Tidak ada dasar hukum posisi Dewan Pengarah dalam struktur organisasi BRIN termasuk dalam UU Nomor 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek atau Sisnas Iptek. Memang ada dalam RUU HIP. Tapi ini kan baru RUU dan itu pun sudah di-drop dari Program Legislasi Nasional atau Prolegnas," ujar Mulyanto.
Baca Juga : 6 Bulan Buron, Tersangka Pencabulan Diringkus Petugas Satreskrim Polres Pandeglang
Dalam Perpres Nomor 74 Tahun 2019 tentang BRIN dan Kepres Nomor 103 Tahun 2001 tentang Lembaga Pemerintah Non-Departemen tidak dikenal jabatan Dewan Pengarah. Jabatan Dewan Pengarah pada BRIN baru muncul pada Perpres Nomor 33 Tahun 2021 yang diteken Jokowi pada 28 April 2021. Dalam menjalankan tugasnya, BRIN sebenarnya tidak membutuhkan jabatan Dewan Pengarah. Terlebih, apabila jabatan itu bersifat ideologis dari BPIP.
"Saya pribadi tidak setuju BRIN memiliki dewan pengarah dari BPIP. Logikanya kurang masuk akal. Kalau dicari-cari mungkin saja ada hubungan antara haluan ideologi Pancasila dengan riset dan inovasi. Namun hubungan itu terlalu mengada-ada dan memaksakan diri," kata Mulyanto. Logika anggota DPR ini masuk akal publik.
Baca Juga : Macet Karena Truk, Muhlis PDIP: Perlu Kantong Parkir dan Ketegasan Petugas
Seharusnya lembaga BRIN tidak dipolitisasi dan dibiarkan bekerja secara ilmiah, objektif, dan rasional. BRIN adalah lembaga ilmiah, biarkan institusi baru ini bekerja dengan dasar-dasar ilmiah objektif, rasional dengan indikator out come yang terukur. Jangan dibebani dengan tugas-tugas ideologis. Namun dengan hadirnya Megawati Soekarnoputri di BRIN, sulit untuk tidak mengatakan bahwa lembaga ini bebas dari kepentingan politik. BRIN berpotensi besar ditunggangi kepentingan politis.
Berdasarkan Perpres No 33 Tahun 2021 yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 5 Mei 2021, BRIN merupakan satu-satunya badan penelitian nasional. Semua badan penelitian nasional Indonesia seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bergabung menjadi BRIN.
Orang-orang yang ada di berbagai lembaga yang sekarang tergabung dalam BRIN adalah orang-orang pintar, ilmuwan, dan para peneliti handal dari berbagai disiplin ilmu. Mereka adalah orang-orang objektif dan independen. Meskipun mereka bukan politisi "pokrol bambu" seperti orang-orang di partai politik, bukan berarti mereka tidak paham dengan motif busuk para politisi hitam. Mungkin mereka sekarang diam, tapi suatu saat nanti mereka akan memberi kesaksian atas politisasi BRIN. Semoga.(BTL)
No comments:
Post a Comment