Oleh: Manaek Hutabarat (Aktivis 98/Forum Kota/Forkot) MediaBantenCyber.co.id - (MBC) Jakarta, Kejam dan halus para MALING TANAH beroperasi dalam memperdayai korban pemilik tanah. Ini bisa dilihat dari  judul tulisan, sudah bisa digambarkan bagaimana hebatnya MALING TANAH berteman SEHINGGA Sertifikat hak atas tanah tiba-tiba BERUBAH NAMA kepada orang lain kepemilikan dengan Dasar Jual Beli "dibawah tangan" yang membuat tanah tersebut berubah nama dari pemilik awal._______Baca Juga : Balik Tangan Kala Tolak Bala

Inilah permasalahannya, BAGAIMANA MUNGKIN "Jual-Beli" dilakukan tanpa dilakukan oleh pemilik awal (penjual), sertifikat bisa beralih kepemilikan tanahnya tanpa disadari pemilik awal. Banyak kejadian di masyarakat, sebagai salah satu modus MALING TANAH dapat dilihat dari kejadian Nirina Zubir dan Ibunda Dino Patti Djalal. 

Siapa yang diuntungkan dari perampasan tanah lewat jual beli tersebut adalah pemilik terakhir (pembeli). Apa pembeli bisa bergerak sendiri? tentu tidak dalam proses jual beli perlu dipahami siapa saja yang terlibat dan perannya, antara lain: 

Baca Juga : Fadli Zon Balik Kritik Pernyataan Megawati Soal Jakarta

  1. Penjual, pemilik awal sertifikat, membayar PPH.
  2. Pembeli, membayar BPHTB.
  3. PPAT (Notaris), melakukan cek bersih,  membuat AJB.
  4. Dinas Pendapatan (Bapeda) kabupaten /kota yang menerima dan validasi BPHTB dari pembeli sebagai calon pemilik tanah yang di jual.
  1. Kementerian Keuangan yang menerima dan validasi PPH dari penjual.
  2. Kantor Pertanahan kabupaten/kota tempat sertifikat diterbitkan.

Baca Juga : Arus Balik Politik Dapat Menjadi Jalan Jatuhnya Pemerintahan Jokowi

Beralihnya Sertifikat TANPA DIKETAHUI PEMILIK AWAL dipastikan MEMBAWA KERUGIAN bagi pemilik sudah tentu menjadi korban dan harus dilindungi oleh negara.  Dan untuk mencegah munculnya korban- korban baru, maka disarankan perlu diambil langkah - langkah baru sebagai berikut :

  1. Pihak Kementerian Keuangan memastikan benar penjual telah menerima sejumlah dana hasil penjualan sebidang tanah bersertipikat yang dianggap sumber penghasilan. Jika benar maka dilakukan penghitungan PPH, memungut dan memvalidasi kembali sebagai CHECK and RE CHECK, bukan SEPERTI SELAMA INI ASAL SUDAH DISETOR PPH oleh siapapun,  dianggap sudah menjalankan kewajiban.
  2. Dinas Pendapatan kabupaten/Kota dalam menghitung BPHTB, perlu konfirmasi kepada penjual terkait besar PPH dan HARGA JUAL sebagai salah satu acuan menghitung BPHTB. 
  3. Kantor Pertanahan kabupaten/kota yang menerbitkan sertipikat melalukan CEK BERSIH dan proses balik nama dilakukan di hadapan pejabat pada kantor Pertanahan. Proses ini sangat penting oleh karena itu WAJIB di DUKUNG BUKU TANAH yang VALID baik tentang data obyek sertipikat (lokasi, luas dan penggunaan tanah) dan data subyek (nama pemilik, tanggal lahir), dan kedepannya data subyek perlu di ambil BIOMETRIKNYA saat pendaftaran tanah pertama kali atau mengambil dari data e - KTP sehingga PEMILIK yang DATANG ke kantor BPN adalah BENAR.

Jika langkah tersebut dilakukan oleh BPN sebagai garda terakhir maka sulit terjadi jual beli tanpa diketahui pemilik. Kembali dari kejadian sampel Nirina Zubir dan ibunda Dino Patti Djalal terkesan BPN tidak mampu mencegah (preventif) semua menjadi ribut jadi pemadam kebakaran setelah kejadian dan selalu ujung-ujungnya penipuan, pemalsuan yang menyeret akta yang dibuat PPAT (notaris) tidak valid. 

Oleh karena itu perlu kembali ditarik sebagian kewenangan dalam membuat akta dari PPAT (notaris). Sertifikat pertama kali terbit oleh Kantah pertanahan (BPN) tanpa PPAT (notaris), seharusnya peralihan bisa dilakukan kembali di BPN lebih mudah dan murah bagi rakyat.  

Jika ada permasalahan pasti masalah ada di BPN, semoga ke depan jajaran BPN bisa lebih baik lagi melayani rakyat sekaligus memutus ruang maling tanah karena bekerja di gaji rakyat dan pimpinan wajib mengarahkan aparat sesuai jiwa UUPA, tanah sebesar - besarnya kemakmuran rakyat bukan untuk perusahaan.(BTL)