Apa si arti uang dalam hidup ini? Kenapa ada orang yang ngoyo banget buat punya duit banyak? Apa kalau punya duit banyak bisa langsung bahagia?

Yuk kita ngobrol.

Disclaimer: Saya bukan ahli dalam bidang finansial, hanya anak 'muda' yang suka observe tingkah orang terhadap uang.

Kehadiran uang memang penting di hidup ini terutama untuk bertahan hidup. Selain buat bertahan hidup dengan memenuhi kebutuhan yang primer seperti sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (tempat tinggal), manusia pasti juga punya kebutuhan sekunder lainnya yang bisa membuat mereka hidup nggak sekedar hidup. Buat hiburan misalnya, agar hidup terasa lebih hidup. Ada juga kebutuhan tersier, biasanya untuk mengangkat derajat diri sendiri, intinya buat gaya sama buat bikin hati haters bergejolak.

Saya yakin setiap manusia punya kebutuhan yang berbeda-beda dalam hidupnya. Setiap manusia juga pasti punya definisi masing-masing tentang uang. Nggak bisa saya pungkiri, hidup tanpa uang yang cukup memang pedih rasanya. Tidak punya uang buat bertahan hidup mempengaruhi mental health juga gais. Karena itu setiap manusia yang sudah dewasa harus bisa mengahsilkan uangnya sendiri untuk hidup di dunia dengan mengasah skill, mencari kerja atau mencari peluang.

Uang adalah tool untuk bertahan hidup, tapi apakah uang juga merupakan tool untuk menghasilkan kebahagiaan? Dewasa ini banyak manusia yang menggantungkan kebahagiaannya sendiri pada uang. Tapi apakah hal ini adalah hal yang sehat dalam hidup? Karena menggantungkan kebahagiaan dengan berapa banyak uang atau materi yang kita punya itu berbagaya.

Saya sharing sedikit ya.

Dulu ketika kehidupan saya masih bergantung kepada uang saku dari Bapak, uang terasa dekat dan kemiskinan terasa jauh dari kehidupan. Bukan, bukannya saya berasal dari keluarga Bakrie, enggak juga. Tapi dari dulu kebahagiaan saya hanyalah buku cerita dan komik. Bagi saya dua hal tersebut adalah kebutuhan primer. Kalo Bapak saya sudah bisa memenuhi kebutuhan primer itu, saya sudah bisa dibilang bahagia. Ditambah lagi saya hidup di kota kecil yang nggak ada mall dan belum ada social media waktu itu. Baca komik aja bareng sepupu di kamar udah happy. Nggak ribet bandingin idup sama Aurelie Hermansyah.

Memasuki dunia perkuliahan, saya pindah ke Depok. Karena jurusan yang saya pilih adalah Budaya dan Bahasa Belanda, pikiran saya jadi terekspos dengan dunia luar yang bikin saya mikir, enak kali ya liburan ke luar negeri. Patokan kebahagiaan saya yang tadinya cuma baca komik Miiko seharian, berubah drastis. Disitu saya jadi mikir gimana caranya buat dapet duit lebih biar bisa beli tiket pesawat dan jalan-jalan ke luar negeri.

Karena emang nggak gengsian anaknya, saya mulai berjualan pukis di kelas demi mendapatkan sedikit tambahan uang saku. Pulang kuliah saya pergi ke Barel (belakang rel) buat beli binder yang kemudian saya kirim ke teman saya Amy di Semarang buat dijual lagi. Kalau lagi ada PRJ atau Pekan Raya Jakarta, saya pasti ikutan kerja sambilan jadi SPG atau Sales Promotion Girl, kalo nggak salah Direktorat Rumah Susun Jakarta. Kerjaanya berdiri, pake encim (kebaya Betawi) bagi-bagi selebaran dari jam 5 sore sampe jam 12 malem. Gajinya sehari 225 ribu rupiah. Tapi jaman dulu ya, dari Depok ke Kemayoran naik KRL harus disambung Bajaj yang harganya 30 rebu. Belum ada Gojek shay. Bajaj adalah opsi paling murah. Pulangnya nebeng temen ke Bekasi buat nginep di rumah sepupu, karena ngeri balik ke Depok sendirian. Pagi-pagi balik ke Depok lagi buat kuliah. Idup di Ibukota KERAS TJOY. Duit hasil bekerja keras itu saya tabung untuk beli tiket pesawat dan liburan ke Singapura.

Karena sadar bukan anak orang kaya, saya mulai mengajari diri saya sendiri untuk bekerja. Kalau punya kemauan, ya kerja ki, nangis meraung-raung ke Bapak minta dibeliin mobil Ferari paling cuma diketawain aja sama digampar suruh bangun dari mimpi yang fana. Saya nggak pernah berpikir kalau mau sesuatu minta duit aja sama Bapak di kampung. Saya selalu menanamkan di dalam sanubari "Ingat Angky, kamu bukan Al, El, Dul anak Ahmad Dani si Raja Republik Cinta". Kalo mau duit. KERJA!

Ada satu hal yang membuat saya bersyukur sama tabiat saya sendiri ini. Dari dulu saya nggak pernah mematok kebahagiaan saya berdasarkan kebahagiaan orang lain. Jujur saja dari SD sampai SMA, Ibu selalu mendaftarkan saya ke sekolah paling favorit di kampung halaman saya. Teman-teman saya mostly adalah crazy rich Purwokerto yang bapack-bapacknya adalah pejabat ternama, dokter, owner Rumah Sakit, restaurant bahkan yang punya usaha konveksi terbesar di kampung. Kalo saya main ke rumah mereka kadang bisa melongo karena kandang anjingnya aja sebesar kamar saya di rumah. Kamar yang dibuat Bapak dari garasi motor karena saya menolak untuk tidur di bunk bed bareng kakak saya lagi.

Tapi sumpah demi apapaun, saya nggak pernah iri atau berandai-andai "Andai aku terlahir menjadi crazy rich Purwokerto seperti mereka". NGGAK biasa aja beneran. Dibilang kebahagiaan tertinggi saya dulu adalah pulang ke rumah baca komik tanpa gangguan disuruh beli telor atau rokok ke warung.

Memasuki dunia perkuliahan pun walaupun saya dibuat makin terkaget-kaget dengan teman-teman di Ibu Kota yang bukan lagi crazy rich tingkat Kabupaten. Tapi sudah tingkat nasional. Anak UI yang cakep-cakep beberapa blasteran yang kemana-mana pake supir dan mobil keren itu nggak pernah membuat jiwa miskin saya berguncang dan langsung pengin pulang kampung.

Saya yang tiap hari naik sepeda ke kampus sambil menenteng seplastik pukis untuk dijual di kelas sambil keringetan, tiba-tiba di klakson dari belakang sama teman-teman yang kaya reyong itu beneran biasa aja. Nggak langsung menangis malu lalu besumpah "LIHAT SAJA SUATU HARI NANTI AKU AKAN MENGKLAKSON BALIK KALIAN PAKE HELIKOPTER YANG KUBELI PAKE SHOPEELATER HWAWHAHAHAHAH" Karena lagi-lagi kebahagiaan saya kala itu bukan punya mobil dan supir pribadi, tapi kerja cari duit dan liburan pake duit sendiri.

Yaudah intinya saya nggak pernah merasa harus berkompetisi sama siapapun di dunia ini (kecuali Beyonce)

Tapi di luar kondisi ini, saya juga tau rasanya kalau nggak punya uang yang cukup, pilihan hidup semakin kecil. Seperti waktu baru banget lulus kuliah, kakak saya langsung mengultimatum Bapak untuk berhenti mendanai saya sama sekali. Biar saya jadi kepepet buat cari kerja dan mulai hidup mandiri. Emang si waktu itu saya langsung dapet kerja, tapi rasanya kayak digampar sama kehidupan. Ya Allah berat banget idup, gaji fresh graduate nggak bisa buat bayar kosan yang layak di Jakarta suer. Sampe saya suka dulu mikir, ini HRD kira-kira nggak sih waktu menentukan gaji para anak awam yang iya iya aja untuk seonggok gelar pegawai dan secuil tulisan experienced di resume yang baru.

Idup saya abis kuliah sengsara banget tjoy. Tinggal di kosan berhatu di Bendungan Hilir yang mau liat kuntilanak juga gimana nggak bisa protes dan pindah karena ya GA ADA DUIT. Disitu aku jadi belajar untuk berpuasa. Kalo nggak punya duit, perut harus diajari untuk tau diri. Tidak pada bulan ramadhan pun aku harus puasa, karena yaaa duitnya terbatas. Waktu pindah ke Bali pun, duit kagak ada juga. Hidup numpang di kosan temen waktu itu karena suer, seratus ribu aja nggak ada karena lagi daftar Visa Work and Holiday.

Intinya walaupun sudah pernah hidup sengsara dan sekarang ya lumayan lah nggak gitu-gitu amat, value saya terhadap uang tetap nggak muluk-muluk. Tapi kalo bisa idup jangan miskin-miskin banget dan cari cara buat menghasilkan uang yang memenuhi life style yang sebenernya juga nggak gila-gilaan ini. Selama hampir 30 tahun hidup saya sudah mencoba ke 4 Cashlow Quadrant dari Robert T Kiyosaki. Dari jadi Kuadran E (Employee), Kuadran S (Self-Employee), Kuadran B (Big Business), dan Kuadran I (Investor). Big Businessnya belum sebenernya biar keren aja.

Dari jadi pekerja kantoran keren di Sudirman padahal mah gajinya mengenaskan sudah kujalani, kerja remote di Bali tapi tetep idup susah bet sudah kujalani, jadi TKW di Ausi kerja kerasa bagai khuda juga sudah, bikin bisnis gagal maning gagal maning juga uda, jadi digital nomad sambil belajar investasi pun juga. Semua hal saya jalani untuk mencari mana cara cari duit yang paling cocok dan cuku dan menyenangkan. Sampai hidup menseleksi sendiri hal yang cocok dan yang nggak cocok sampai hari ini yah lumayan nemu formulanya.

Sebagai manusia saya tetap punya mimpi dan ambisi, tapi mimpi saya lebih ke berkarya yang karya saya bisa dinikmati orang lain. Saya pun selalu pengin hidup mandiri dan tida mengandalkan orang lain. Karena sebagai manusia itu adalah kewajibanmu wahai sodara untuk bertahan hidup. Tapi untuk terobsesi dengan uang serta materi lalu menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya sampai cara-caranya nggak make sense. Sampai kadang menggadaikan ketenangan diri sendiri dan masyarakat umum keknya jangan ya gais. Pokoknya harus banget punya rumah 7 M baru bisa bahagia. Apapun kulakukan demi cita-cita. Bolehhh pi jangan sampe gila juga. Ntar lupa bersyukur, ada duit 1 M mengeluh. Trust me kalau pola pikir kalian kek gini, ritual minum boba yang meningkatkan dopamine aja tidak akan membuatmu bahagia. Hidupmu akan hambar dan lehermu akan pegel karena ngedonggak mulu.

Doh MAP panjang banget ya intronya malah curhat. Sorry guys.

Intinya uang bagi saya adalah hal yang wajib orang hasilkan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Uang juga merupakan power buat saya pribadi karena dengan menghasilkan uang kita nggak bergantung sama orang lain. Selain itu kalau kamu punya uang sendiri, kamu juga bisa membantu orang lain yang membutuhkan biar hidup mereka sedikit lebih baik. Ingat power yang kamu punya dari uang itu bisa menjadi positive dan negative. Kalo power dari uang cuma dipakai untuk menjatuhkan orang lain or worst uang yang kamu hasilkan itu dari kesakitan orang lain demi memenuhi mimpi-mimpimu.

ASTAGFIRULLAHALAZIM YA UKHTI, NERAKA TEMPATMU.

Hari ini saya entah kenapa, saya lagi maraton nontonin video tentang MLM atau Multi Level Marketing di YouTube. Karena baru-baru ini ada teman yang pernah curhat tentang bagaimana presepsi uang dibentuk di dalam organisasi itu. Intinya orang-orang di dalamnya dibuat percaya bahwa mereka harus mengejar Financial Freedom dalam waktu beberapa tahun. Sacrifice your time now, enjoy it later. Bikin mimpi setinggi mungkin. Bikin mimpi punya rumah jangan nanggung cuma yang harga 1 M, 5M kalo bisa. Beli mobil jangan cuma Avanza, TESLA aja biar kalo difoto post IG followers otomatis nambah 100 biji. Liburan harus bisa keluar negeri dari reward agar para downliner bisa terinspirasi. Bisa Bisa Bisa kejar terus targetnya. Tapi target yang dikejar selalu UANG dan benda Material Lainnya. Kejar inner peace ada gak di schedulenya?

Nggak papa bener kalau emang semua barang materialistis itu bisa membawa kebahagiaan yang HAQIQI bagi kalian. Yang bahaya adalah pola pikir yang ditanamkan. The world enough seems so far away.

Terus ada gambar orang naik Private Jet sambil dibilang sama mentornya "This could be your life 3 years from now".

Aku yang kemana-mana naik Gojek masih cari coupon biar hemat 1,000 perak cannot relate.

What is enough then kalau kebahagiaan harus diseragamkan ke dalam hal materialistis yang dipaksakan? Kalo udah bisa hidup cukup sambil menjalani hobi dan dapet uang yang stabil dan mencapai target pribadi apa aku harus bersyedih dan tertunduk malu kalo belum punya TESLA.

Look I am not trying to tell you how to life your life, but my friend Kevin used to say "Ki, life is not a competition".

Iya ini temen saya Kevin Hendrawan si yucuber yang sempet beken itu. Dari SMA sampe sekarang walaupun udah jadi Founder Sahamrakyat, ini manusia di mata saya dan teman lainnya masih aja temen makan soto 2,500an di kantin belakang mushola. Atau sohib tukang nebeng dulu di SMA karena di antara crazy rich Purwokerto, kita hanyalah cecunguk biasa yang nggak dikasih mobil sama Bapake. Walaupun sekarang penghasilannya sudah berkali kali lipat dari saya dan teman-teman lainnya, jujur ni orang masih biasa aja. Nggak pernah sekalipun saya minder main sama dia. Karena orangnya juga B aja dan saya juga nggak peduli sama kekayaan teman lain. Kalo sukses syukur saya ikut seneng.

Waktu di Sydney doi sempat liburan bareng keluarganya dan kami sempat main bareng. Waktu itu dia lagi beken-bekennya di interview sana sini. Saya ingat dijemput pakai mobil Mercedes sewaan di rumah majikan saya di Lindfield. Iyah, salah satu kerjaan saya di Ausi adalah jagain nenek-nenek umur 95 tahun dan tinggal di rumahnya. Kata temen saya dulu pas saya panggil wanita umur 95 tahun Nenek "Jangan panggil dia nenek, panggil dia 'NYONYAH'.

Intinya Kevin jemput temen SMAnya di Ausi ini pake Mercy. Saya yang norak mau buka pintu aja bingung bet. Mana kursinya maju banget lagi. Dengan bahasa Jawa saya nanya ke dia gimana cara munduruin kursi mobil orkay ini. Ujung-ujungnya kita cuma menertawakan ketololan saya yang norak bet baru pernah naik Mercy yang banyak bet itu tombol. Kevin waktu itu nanya kerjaan saya apa, saya bilang pembantu. Jawabanya "Bagus lah siapa yang mau bayar segitu di Indo, mantap".

Walaupun tetap punya ambisi untuk hidup lebih layak, saya nggak pernah mematok kebahagiaan saya pada mimpi dan pencapaian orang lain atau sekedar barang materialistik. Saya tahu kapasitas saya sendiri dan beneran nggak sedih kalo belum punya Mercedes atau uang segepok-gepok. Kalau punya syukur kalau enggak ya nggak usah stress banget kalau masih bisa makan dan ada atap. Kalo kata Sophie temen saya "Repot bet elah idup lu, ujung-ujungnya mati juga" Memang mulut Sophie agak pedas tapi kalo dipikir-pikir bener juga ya.

Intinya dari postingan panjang yang tidak terstruktur ini adalah: Gais, boleh berambisi, boleh banget kejar target dalam hidup. Bangun start up, bikin bisnis sendiri. But enjoy the process. Know your limit and happiness. Jangan patokan bahagianya idupnya Rapi Ahmad apa Baim Wong terus. Nggak papa kalo cita-cita kalian mau jadi artis dengan pendapan sebanyak mereka. Tapi kalau belum sampe ya nikmati proses jatuh bangunnya, trust me even kebahagiaan orang sekaya mereka nggak melulu datang dari uang. Kadang datang dari small thing.

Most of the time, obsessing with money won't lead you to the sincere happiness. But sometimes they lead to the opposite of it. Misery and the feeling of never enough and greediness. Then you might wondering in the long run why all these money won't bring me the real happiness anymore.

Creating healthy boundary with money buat saya pribadi adalah seperti ini.

  1. The world does not owe you anything, kalo mau sesuatu kerja gais.
  2. Tau makna kata cukup versi kalian
  3. Hidup yang layak versi kalian, bukan versi orang lain.
  4. Do not be greedy.
  5. Tau target hidup kalian apa, kejar buat diri kalian sendiri. Bukan buat orang lain, apalagi cuma biar orang lain terkagum-kagum dan hidup di make believe world.
  6. Set mimpi tinggi tapi tetap realistis. Mengejar mimpi nggak ada salahnya, tapi terobsesi sampai jadi nggak realistis nanti stress gais.
  7. Life is not a competition, kagak usah dibanding-bandingin idup sama Kylie Jenner ntar makan pisang goreng yang nikmat jadi pait.
  8. Menginspirasi boleh, tapi pamer jangan Ukh buat apaan si aelah.

So make your own space and boundaries with money, know that is important, but also know that space and boundaries needed for better quality of inner peace.

Cheers.

P.S : ini postingan saya tulis karena seharian mikirinin ini nggak tau kenapa, bukan buat nyindir siapa-siapa. Again I'm not here to tell you how to live your life. Just saying what's on my mind.


This post is ad-supported