Oleh: Yusuf Blegur (Aktivis 98/Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Se-Jakarta/FKSMJ) MediaBantenCyber.co.id - (MBC) Kota Bekasi, Kalau terorisme begitu menakutkan dan menggalang kekuatan dunia untuk mencegah dan menangkalnya. Kalau bencana mampu menyadarkan diri akan kekuasaan Tuhan yang membuat manusia ingin lebih dekat dan merasa membutuhkan pertolonganNya. Bagaimana dengan kapitalisme dan komunisme global yang telah nyata daya rusaknya dan menjadi bom bunuh negeri bagi bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lainnya?._____________Baca Juga : Luhut Menggila, Ibadah ke Masjid Harus Pakai Kartu Vaksin? | bom penjajahan
Musibah bencana alam dan teror seakan menjadi jadwal tetap hampir di setiap penghujung tahun. Bedanya, Gempa, tsunami, tanah longsor dlsb., bisa dipahami sebagai peristiwa luar biasa dari fenomena alam dan sebuah takdir yang tidak bisa dihindari umat manusia. Sedangkan kegiatan teror yang juga hebat daya rusaknya dan menyebabkan korban luka dan kematian, terkadang sulit dirasionalisasi apakah itu berasal dari teroris yang sesungguhnya atau menjadi rekayasa demi kepentingan politik atau agenda tertentu.
Kedua peristiwa yang mampu memporak-porandakan peradaban manusia itu, seakan menjadi tamu tetap yang datang setiap menjelang pergantian tahun. Indonesia tak akan pernah lupa bagaimana gempa dan tsunami Flores (Desember 1992), gempa dan tsunami Aceh (Desember 2004), gempa, tsunami dan likuifasi Donggala (September 2018) dan gempa Cianjur (Novemver 2022). Bahkan di bulan Desember tahun ini, rakyat Indonesia masih diselimuti bahaya erupsi gunung Semeru dan Merapi. Belum lagi info dari BMKG tentang peringatan akan potensi gempa dan bencana lain yang mengancam dan sewaktu-waktu dapat terjadi.
Rakyat Indonesia seperti tak pernah berhenti menghadapi musibah demi musibah. Mirisnya, bencana alam dan kegiatan teroris yang sering terjadi menjelang bergantinya tahun. Pada tahun ini seakan melengkapi penderitaan rakyat Indonesia yang baru reda menghadapi pandemi serta menuju kemerosotan ekonomi dan politik. Keadaan itu juga diperparah dengan munculnya krisis moral dan krisis kepemimpinan yang membuat kehidupan rakyat, negara dan bangsa semakin terpuruk. Rendahnya prinsip-prinsip kemanusiaan dan langkanya ketaatan pada Tuhan Sang Pencipta, membuat bangsa ini semakin bertingkah destruktif, jauh dari kemaslahatan.
Baca Juga : Luhut Pasang Bom Waktu Soal TKA China | penjajahan
Entah sudah menjadi proses natural berupa suratan takdir dari kehendak Tuhan, atau ini menjadi semacam peringatan dan teguran kepada manusia. Semua bencana alam dan kerusakan di negeri ini yang diakibatkan oleh perilaku manusia sendiri. Hendaknya menjadi refleksi dan evaluasi mendesak bagi seluruh rakyat Indonesia terlebih bagi para pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan publik. Bahwa baik buruk akibat sangat tergantung pada baik buruk sebabnya. Apa yang ditanam, maka ia akan menuainya.
Peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di Mapolsek Astana Anyar Bandung di tengah negeri sedang beruntun digelayuti bencana, apapun motif dan latarbelakangnya. Sepatutnya menghentak kesadaran para pemimpin agar segera menghentikan perilaku menyimpang dalam penyelenggaraan negara. Segera mungkin meninggalkan perilaku kekuasaan yang dzolim, yang menindas dan membuat penderitaan rakyat. Harus ada perubahan baik secara sistem maupun perform, yang mampu menampilkan restorasi Indonesia.
Sudah menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh bangsa ini untuk secepatnya kembali kepada jati diri sebenarnya menjadi masyarakat yang religius dan kaya spiritual. Rakyat dan pemimpin yang hidupnya terpikul dan terpikul natur, peduli pada alam semesta dan mencitai sesama manusia serta sebenar-benarnya mengagungkan Tuhan.
Maka sistem politik, ekonomi dan hukum yang tercerabut dari nilai-nilai hakiki Pancasila, UUD 1945 dan NKRI tak lagi bisa memisahkan kehidupan agama dari negara. Dengan kata lain, sekularisasi dan liberalisasi yang menjadi bagian utuh dari ideologi kapitalis dan komunis, sejatinya tak relevan bahkan bertentangan dengan karakteristik bangsa Indonesia yang nasionalis religius.
Oleh karena itu sudah menjadi "to be or not to be" atau "to be kill or to be killed" meminjam istilah Luhut Binsar Panjaitan yang terbata-bata integritasnya, semua bentuk dari anasir kapitalisme dan komunisme harus hengkang dari tanah air Indonesia. Globalisasi yang mengusung penghisapan manusia atas manusia dan penghisapan bangsa atas bangsa harus enyah dari muka bumi khususnya di bumi nusantara. Jika tidak ada nasionalisme dan patriotisme serta membiarkan kapitalisme dan komunisme terus mencengkeram republik ini.
Maka sesungguhnya rakyat, negara dan bangsa Indonesia hanya akan menerima ledakan dan guncangan kemanusiaan dan peradabannya. Menerima teror dan musibah dari bom bunuh negeri akibat menghirup udara kapitalisme dan komunisme terlalu dalam. Ya, bom bunuh negeri yang paling dahsyat dan mengerikan dari penjajahan oleh bangsa asing dan bangsanya sendiri.(BTL)
No comments:
Post a Comment