Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan) MediaBantenCyber.co.id - (MBC) Bandung, Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR) yang terdiri dari komponen bangsa GNPF Ulama, FPI, PA 212, Ormas-Ormas Islam, Ormas Nasionalis, LSM dan pengelompokan masyarakat lainnya bersiap untuk Aksi Akbar atau Aksi Bela Rakyat pada Senin 12 September 2022 di depan Istana Negara. Keprihatinan dan perlawanan adalah spirit kebersamaan rakyat yang merasa semakin tertindas akibat kebijakan Pemerintahan Jokowi yang tidak populis dan sewenang-wenang.
Ada tiga tuntutan yang dicanangkan yaitu turunkan harga BBM, turunkan harga-harga, dan tegakan supremasi hukum. Tiga tuntutan ini menjadi sangat strategis dalam rangka berkhidmah pada umat dan rakyat. Harga BBM yang berkali-kali naik, harga-harga kebutuhan semakin mencekik, serta hukum yang diskriminatif dan menghimpit.
Kenaikan harga BBM disaat baru saja rakyat lepas dari tekanan Covid 19 yang menekan ADALAH KEBIJAKAN BRUTAL. Alasan bahwa subsidi tidak tepat sasaran itu MENGADA-ADA dan hanya menutupi pemaksaan kehendak. Kenaikan harga BBM dipastikan berimplikasi luas, termasuk pada kenaikan harga bahan-bahan pokok.
Baca Juga : KH Syukron Makmun Menghadiri Kegiatan Tabligh Akbar dan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Ulang Masjid Al Ikhlash Sektor 1.6 BSD
Usai Presiden mengumumkan kenaikan harga BBM maka harga-harga barang di pasaran langsung ikut naik termasuk barang kebutuhan pokok masyarakat. Hal ini menekan kemampuan daya beli masyarakat yang belum pulih pasca pandemi. Semakin keras saja jeritan rakyat.
Tidak ada pilihan selain Pemerintah harus membatalkan kenaikan harga BBM demi menyelamatkan kehidupan rakyat. Solusi lain mesti ditempuh termasuk penghematan anggaran dan pemotongan gaji atau tunjangan pejabat dan aparat. Batasi hutang luar negeri dan stop proyek-proyek ambisius seperti Kereta Cepat dan perpindahan Ibu Kota baru.
Baca Juga : Wakil Walikota Tangsel Pilar Saga Ichsan Bersama Aktivis ProDem Resmikan SD Islam Terpadu Baitul Akbar Parabek
Tuntutan ketiga yang sangat mendasar adalah penegakan hukum. Hukum di bawah rezim Jokowi telah ambyar. Di samping transaksi yang berbau mafia hukum, juga hukum telah menjadi alat kepanjangan tangan politik atau kekuasaan. Hukum sebagai alat untuk melumpuhkan bahkan membunuh lawan politik. Kasus HRS, HBS, Eddy Mulyadi, Farid Okbah, KM 50 dan lainnya adalah contoh.
Turunkan harga BBM, turunkan harga-harga, dan supremasi hukum merupakan teriakan keras ke telinga Jokowi dan anggota kabinetnya. Agar rezim bersikap lebih bijak dan berempati pada penderitaan rakyat. Akan tetapi bila tetap tuli dan buta akan realita bahwa rakyat sudah muak dengan kebohongan, keserakahan dan ketidakbecusan maka keniscayaan tumbang adalah masalah waktu saja.
Baca Juga : Pelatihan Dan Silaturahmi Akbar Rumah Quran Nusantara, Ditutup Oleh Ustadz Abdul Majid
Jika mahasiswa bergerak, buruh menggemuruh dan umat telah bertakbir serentak, maka sang waktu sedang berlari mendekat. Elemen kerakyatan lainnya ikut melangkah dengan cepat. Pasukan perubahan itu akan mampu membobol dinding arogansi oligarki.
"Demokrasi harus segera dipulihkan kembali demi lurusnya kiblat bangsa. Kiblat yang telah dibelokkan arahnya oleh KAUM PENJAJAH dan para PENGHIANAT bangsa".(BTL)
No comments:
Post a Comment