Oleh: Yusuf Blegur (Aktivis 98/Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta/FKSMJ) MediaBantenCyber.co.id - (MBC) Kota Bekasi, Kebobrokan di negara ini sudah menjadi rahasia umum. Dilakukan dengan cara yang tersembunyi, namun juga tak ragu dipertontonkan dihadapan publik. Mulai dari pelayanan masyarakat pada level terendah, hingga terstruktur sampai ke jajaran elit pengambil kebijakan strategis. Hampir merata pada semua institusi negara, namun yang paling menonjol adalah pada lembaga kepresidenan dan Polri._____________Baca Juga : Pengamat Politik LIPI Syamsuddin Haris Kritik Prabowo Mau Jadi Menteri
Kejahatan pada umumnya sering terlihat dalam bentuk penipuan, pemerasan, pencurian dan perampokan. Tak berhenti sampai disitu, marak juga penculikan, perdagangan seks, perjudian, narkoba, miras, pemerkosaan, penganiayaan dan pembunuhan. Keseharian banyak dilakukan orang-orang biasa, rakyat yang tergolong jelata pada umumnya. Sebagian besar karena faktor ekonomi yang membuat hidup dalam tekanan. Selebihnya karena faktor ingin mendapat kesenangan dan karena sering dilakukan pada akhirnya telah menjadi kebiasaan.
Selain semua itu, ada korupsi, suap ijin ilegal, perusakan alam, pembunuhan massal dan genosida yang tergolong kejahatan luar biasa. Kalau kejahatan tingkat dewa ini, biasanya menjadi ranah para pejabat negara, pengusaha kelas kakap dan yang paling mumpuni pemimpin tertinggi dalam suatu pemerintahan. Mereka menjadi sedikit orang yang mengatur dan menguasai kepentingan banyak orang. Mereka hanya sedikit tapi menentukan nasib khalayak. Mereka itulah minoritas yang superior terhadap mayoritas.
Baca Juga : Tidak Mau Terulang Kembali, Walikota Serang Tekankan Kepekaan Lingkungan
Mirisnya, bukan hanya dilakukan dengan cara sindikasi layaknya kejahatan terorganisir hingga disebut mafia. Untuk memuluskan begitu masif dan sistematiknya pelbagai penyakit peradaban manusia itu. Pelaku yang berjubah kekuasaan, sangat ahli dengan rekayasa yang penuh manipulasi dan konspirasi. Modusnya sering berupa distorsi kebijakan yang berujung tindakan represi, dibumbui isu, intrik dan fitnah.
Kejahatan institusional yang merupakan sinergi dan elaborasi antara birokrasi dan korporasi, menghasilkan daya rusak dan tingkat kehancuran yang tinggi. Menyebabkan penderitaan rakyat di sana-sini secara massal, bagai rasa sakit menahun dan sulit disembuhkan.
Di tengah keterpurukan bangsa akibat ketidakmampuan rezim dalam mengelola negara. Kehidupan ipoleksosbudhankam menjadi begitu memprihatinkan. Salah urus dan buruknya tata kelola pemerintahan, menjadi faktor utama Indonesia kian deras menuju negara gagal. Utang dan defisit keuangan negara yang tinggi, lebih dipicu oleh perilaku dan mental korup.
Uang rakyat lebih banyak digunakan untuk membiayai dan mempertahankan kekuasaan, ketimbang untuk pembangunan yang membuat rakyat sejahtera. Keadilan dan kemakmuran hanya untuk pemilik modal dan penguasa. Hukum menjadi alat penindasan bagi rakyat kecil yang lemah. Negara benar-benar dalam belenggu penjahat berwajah pejabat dan pemimpin formal, yang dilindungi kekuasaan atas nama demokrasi dan konstitusi.
Baca Juga : Terkait Dugaan Bangunan Tanpa Izin di Bantaran Kali Cisadane, DPMPTSP Kabupaten Tangerang Terkesan Tutup Mata | mau
Dua periode jabatan presiden yang digenggam Jokowi, tak pernah sepi dari gugatan dan pembangkangan rakyat. Menjadikan Polri sebagai perpanjangan tangan sekaligus tameng dalam menjalankan pemerintahannya. Tak sekedar otoriter dan diktator tersembunyi, Jokowi terlanjur dicap publik sebagai pembohong nomor wahid. Sementara Polri dianggap bobrok, serusak-rusaknya aparat keamanan. Keharmonisan dan keselarasan antara Jokowi dan Polri, laksana pengantin yang sedang berbulan madu dan sulit dipisahkan.
Antara presiden dan Polri seperti senyawa yang kuat, sejoli yang memiliki chemistry saling silih mewangi. Baik kedua institusi kenegaraan itu, baik pula rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Begitupun sebaliknya, buruk presiden dan polri buruk pula negeri ini secara keseluruhan.
Kini, ditengah sikap skeptis dan apriori rakyat terhadap presiden. Pada kinerja yang jauh dari standar, pada mentalitas kepemimpinan yang tak layak dicontoh dan diteladani. Jokowi pada kenyataannya, terus dibayangi mosi tidak percaya dan tuntutan mundur dari jabatannya oleh rakyat. Demikian hal yang sama dengan Polri, bukan hanya pada pucuk dan jajaran pemimpinnya.
Lembaga keamanan negara yang seharusnya melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat itu, harus berhadapan dengan arus gelombang desakan reformasi ditubuhnya. Presiden dan Polri saling merepresentasi dan saling mewakili, meskipun tak terhindarkan dan tak terbantahkan pada keadaan yang begitu memilukan. Susah senang bersama, kuat dan lemah saling menjaga menutupi.
Begitulah presiden dan Polri, ibarat hubungan terlarang saling menyandera dan saling mengikat serta sulit bercerai. Meminjam istilah Kapolri Listyo Sigit Prabowo, tentang ikan busuk dari kepala. Tak cukup tendensius di kalangan internal Polri. Narasi itu bagai menohok Jokowi sang presiden yang menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan. Seperti memberi isyarat kepada rakyat Indonesia, mau tahu tabiat asli Jokowi?, cukup lihat dan kenali polisi.#Catatan dari pinggiran kritis dan labirin kesadaran perlawanan.(BTL)
No comments:
Post a Comment