Oleh: H. J. Faisal (Pemerhati Pendidikan/ Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor/ Waketum PJMI/ Anggota PB Al Washliyah) MediaBantenCyber.co.id - (MBC) Jakarta, Iya benar, bisa jadi survey tentang 96 persen rakyat Indonesia masih percaya kepada Tuhan. Atau katakan saja 100 persen sekalian. Tetapi pertanyaannya yang muncul kemudian adalah, apakah jumlah rakyat Indonesia yang 96 persen tersebut masih menjalankan perintah Tuhan-nya?
Jika iya, berapakah presentase dari mereka yang menjalankan perintah Tuhan-nya, tetapi masih melakukan kejahatan-kejahatan yang bernilai dosa besar, seperti korupsi, kolusi, pembunuhan, perzinahan, dan dosa-dosa besar lainnya?
Jadi pernyataannya seharusnya tidak berhenti sampai pada besarnya presentase manusia Indonesia yang masih percaya kepada Tuhan. Tetapi seharusnya dilanjutkan kembali dengan pernyataan bahwa dari 96 persen rakyat atau manusia Indonesia yang percaya kepada Tuhan tersebut sekian persennya masih suka melanggar perintah Tuhan, atau masih suka melakukan berbagai macam kejahatan, misalnya.
Sekarang, jika kita ajukan pertanyaan tersebut kepada bangsa-bangsa yang dianggap modern dan maju di Eropa atau di daerah Amerika Utara, maka pernyataan-pernyataan tentang percaya atau tidak percaya kepada Tuhan, sesungguhnya hanya akan menjadi sebuah lelucon saja.
Baca Juga : Aksi Mafia Tanah di Kabupaten Tangerang Merajalela, Resahkan Warga | 96
Mengapa demikian? Karena di negara-negara Barat, Eropa dan Amerika yang dianggap modern dan maju tersebut, yang notabene kaum atheis dan kaum agnostik nya lebih banyak daripada kaum religiusnya, pernyataan tentang ber-Tuhan atau tidak, percaya kepada Tuhan atau tidak, atau pernyataan beriman atau tidak, adalah merupakan pernyataan yang hanya boleh diucapkan di ranah pribadi, dan tidak boleh diungkapkan ke ranah publik.
Karena bagi mereka, mau percaya kepada Tuhan atau tidak (atheis), atau setengah percaya setengah tidak (agnostik), bukanlah sebuah masalah, selama mereka menegakkan dan menjalankan hak-hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia. Selama orang lain tidak dirugikan, atau selama orang lain tidak komplain dengan apa yang dilakukan, atau segala tindakan manusia bisa diterima sebagai sebuah konsensus bersama, maka semua hal tersebut hukumnya sah-sah saja mereka lakukan. Tidak perduli hal tersebut melanggar nilai, norma, atau etika agama tertentu.
Baca Juga : Soal Kisruh PPDB di Tangerang Raya, Polda dan Kajati Banten Didesak Jalankan Penegakkan Hukum dengan Tegas | 96
Itulah mengapa, meskipun sebagian besar dari penduduk negara-negara modern tersebut adalah pemeluk atheis atau agnostik, tetapi kehidupan mereka terlihat lebih beradab, dan lebih teratur, malu untuk korupsi, dan malu untuk melanggar peraturan, dan malu untuk berbuat salah atau curang. Mereka menganggap bahwa peraturan atau perundangan yang mereka hasilkan melalui kesepakatan atau konsensus bersama, kedudukannya mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada aturan yang dihasilkan dari suatu agama tertentu.
Jadi, apakah hanya dengan percaya kepada Tuhan saja merupakan sesuatu yang bisa kita banggakan? Atau apakah hanya dengan percaya kepada Tuhan saja merupakan sebuah landasan yang kuat bagi sebuah bangsa untuk terlihat sebagai bangsa yang beradab? Atau apakah hanya dengan percaya kepada Tuhan saja, merupakan cerminan bahwa bangsa dan negara ini adalah bangsa yang baik, jujur, dan bukan sebagai sebuah bangsa yang tidak mempunyai sifat dasar curang, culas, dan koruptif mulai dari level rakyat yang terendah sampai kepada lapisan pejabat yang tertinggi?
Itulah tipikal sebuah bangsa yang hanya mampu menilai segala sesuatunya dari sisi kuantitasnya saja, tetapi sangat lemah dalam menilai sesuatu dari sisi kualitasnya.
Baca Juga : Pelanggan Keluhkan Layanan Internet IndiHome | 96
Dan seharusnya, hasil-hasil survey yang datangnya dari luar tersebut, ditambah lagi ketidakjelasan dari sumber surveinya tidak perlu dijadikan patokan bagi bangsa ini, apalagi diucapkan dalam sebuah acara berlevel regional.
Semoga paradigma perhitungan-perhitungan kuantitas yang sifatnya sangat bias seperti itu tidak menjadi patokan dan kebiasaan di negeri ini. Semoga rakyat negeri ini mulai membiasakan diri untuk menilai segala sesuatunya dari sisi kualitas.
Sehingga pernyataan berdasarkan survey yang tidak jelas tentang 96 persen rakyat Indonesia masih percaya Tuhan tersebut, akan berganti dengan pernyataan keyakinan yang lebih mantap, meskipun itu masih sebuah mimpi, misalnya…."Saya yakin, bahwa 100 persen rakyat Indonesia adalah rakyat yang selalu menjalankan ibadah secara taat kepada Tuhannya, sehingga tingkat kejahatan dan tingkat kriminalitas lainnya yang ada dalam masyarakat terus menurun, dan juga tingkat korupsi dan tingkat kebohongan para pejabatnya terus selalu menurun pula." Masalah kapan semua mimpi itu dapat terwujud, ya Wallahu'allam bisshowab.(BTL)
No comments:
Post a Comment