Oleh: H. J. Faisal (Pemerhati Pendidikan dan Sosial/ Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor/ Anggota PJMI) MediaBantenCyber.co.id - (MBC) Jakarta, Di dalam beberapa tausiyahnya, almarhum K.H. Zainuddin M.Z pernah membuat sebuah analogi tentang proses pencitraan yang selalu tumbuh dengan subur di negeri ini. Beliau mengatakan bahwa saat ini umat Islam semakin dibuat bingung dengan sikap dan pernyataan para pemegang kuasa negara, juga sekaligus keadaan bangsa ini.____________________Baca Juga : Pemerintah Tidak Becus Mengatasi Kelangkaan Minyak Goreng | unta
Menurut beliau, analogi keadaan pemegang kekuasaan negara ini persis seperti sebuah kemasan minyak babi, tetapi diberikan merk cap Unta. Terlihat seperti halal, baik, dan menenangkan batin di kulit luarnya, namun isi kemasan tersebut sesungguhnya sangat berbahaya dan pastinya sangat diharamkan oleh Islam, yaitu minyak babi.
Secara sederhana, analogi tersebut mungkin dapat diartikan dengan keadaan dan kondisi para pemegang kekuasaan negara Indonesia saat ini. Ketika mereka dulu berkampanye untuk mendapatkan kekuasaan, jabatan, dan kedudukan yang diincarnya, baik di kursi eksekutif maupun legislative, mereka pastinya memberikan janji kepada masyarakat untuk merubah keadaan negara menjadi lebih baik, namun yang terjadi sebaliknya, negara malah menjadi lebih rusak.
Mereka juga dulu pernah berjanji untuk menghabisi korupsi di negeri ini, tetapi yang terjadi malah justru sebaliknya pula. Korupsi tambah merajalela dan dianggap biasa. Bahkan mereka malah menjadi pusat atau pemain utama dari praktek haram korupsi tersebut.
Menurut saya, tanpa bermaksud untuk bersikap rasis, analogi yang beliau pernah sampaikan dalam beberapa tausiahnya tersebut, rasanya masih tepat sekali penggunaannya dengan keadaan bangsa Indonesia yang sedang menghadapi proses pemilihan umum di tahun ini dan tahun depan (2024) nanti.
Pastinya akan banyak sekali bertebaran 'kemasan-kemasan' minyak babi cap Unta ini, dalam bentuk perwujudannya sebagai calon legislatif (caleg), dan para calon pemimpin daerah maupun nasional, yang akan 'dijual' oleh para pedagang atau distributornya, yang perwujudannya dalam bentuk partai politik.
Jika 'kemasan' yang beredar tersebut minyak unta cap babi, mungkin masih bisa digunakan oleh umat Islam, meskipun masih di luar bingkai yang ideal, karena yang ideal adalah minyak unta cap unta. Isi dalamnya halal dan merk yang ada di bungkusnya pun dapat menenangkan hati. Tetapi pastinya, mereka para 'pedagang' tersebut juga tidak akan terang-terangan menjual barang dagangannya, yaitu minyak babi, ke masyarakat Indonesia yang mayoritas umat Islam, dengan merk cap babi pula.
Sulit sekali memang rasanya untuk mendapatkan 'minyak unta cap unta' yang asli ini. Diperlukan kehati-hatian dan kecerdasan dari masyarakat untuk membelinya atau mendapatkannya. Harus ada usaha yang lebih dari kita sebagai masyarakat awam, agar tidak selalu tertipu dan salah beli lagi dalam proses 'jual beli' tersebut saat ini.
Masyarakat Indonesia saat ini sesungguhnya selalu mudah tertipu dengan 'kemasan' yang bagus, tanpa ingin memahami apa dan bagaimana sebenarnya isi kemasan atau isi kandungan barang tersebut terlebih dahulu.
Hanya bermodal ketenaran, bergaya bahasa yang sopan, tutur kata yang lemah lembut, penampilan yang rapih, kalau perlu dengan memakai sorban dan turban yang melilit di leher dan sebagian kepalanya, ditambah lagi dengan 'menyiram' uang yang banyak ke masyarakat, memang sudah menjadi tipikal para caleg, dan para calon pemimpin daerah dan nasional 'minyak babi cap unta' ini, untuk bisa 'mengemis' suara dari masyarakat.
Pada dasarnya mereka tidak mempunyai konsep yang benar-benar ideal untuk memberikan perbaikan kepada bangsa ini. Bangsa Indonesia sesungguhnya adalah bangsa yang besar dan sangat berkualitas di dalam kepemilikan sumber daya alamnya. Artinya bangsa ini bukanlah bangsa bancakan bagi mereka yang kosong otaknya, tetapi bernafsu besar dalam berkuasa dan memperkaya diri.
Sesungguhnya bangsa ini ada dan dimerdekakan oleh para pahlawan, bukanlah untuk diatur oleh mereka yang tidak paham tentang tata cara bernegara, tidak paham tentang mengelola ekonomi sebuah negara (baik secara mikro maupun makro), tidak paham bagaimana memainkan peran politik dalam panggung dunia Internasional, dan tidak mempunyai konsep untuk menghadapi perubahan teknologi dunia yang berlangsung secara disruptif ini.
Sesungguhnya bangsa ini hanya diperuntukkan untuk dipimpin oleh anak negeri yang paham dengan kemauan dan pemikiran para pendiri bangsa. Para pendiri bangsa kita ingin bangsa yang besar dan direbut dengan darah ini dipimpin oleh mereka para anak negeri yang berakhlak mulia tanpa korupsi, berpikiran cerdas dan dapat mencerdaskan kehidupan berbangsa, berpikiran jauh ke depan, yang berpihak kepada kepentingan rakyat secara tulus, dan tidak takut dengan tekanan-tekanan negara asing,
Maka dari itu, masyarakat dapat mengambil langkah antisipatif agar tidak selalu terjerumus dengan membeli 'minyak babi cap unta', dengan mencari informasi lebih banyak tentang siapa caleg atau calon pemimpin yang dianggap layak secara moral dan intelektualitas, yang akan dipilih sebagai wakilnya di legislatif kelak, baik dalam skala daerah maupun dalam skala nasional.
Masyarakat juga diharapkan untuk tidak menukar harga dirinya dalam memilih para caleg dan para calon pemimpin tersebut, dengan sedikit uang atau bingkisan lainnya. Mengapa demikian? Karena ada masa depan yang lebih panjang yang harus dipertaruhkan dan dipertanggungjawabkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ketimbang kesenangan sesaat.
Para caleg atau para calon pemimpin yang hanya mampu memberikan uang, tebar pesona kecantikan dan ketampanan, atau hanya mampu menyediakan panggung hiburan dangdut, dan bagi-bagi sembako (sembilan bahan pokok) kepada masyarakat, sudah dapat dipastikan bahwa mereka adalah caleg-caleg oportunis dan pragmatis, yang hanya akan mencari untung materi jika sudah berhasil masuk menjadi anggota legislatif atau terpilih menjadi pemimpin kelak. Perhitungan matematika ekonominya akan langsung berjalan di hari pertama pelantikannya. Dan dapat dipastikan, dia pun akan langsung menyusun strategi untuk korupsi secara presisi,
Marilah kita hentikan praktek-praktek seperti ini. Masyarakat seharusnya berani untuk mengajak para calon caleg dan calon pemimpin tersebut untuk berdiskusi atau tukar pemikiran tentang apa visi, misi, dan rencana membangun mereka, ketika mereka akan terpilih nanti.
Jika masyarakat tidak mampu untuk melakukan diskusi tersebut secara argumentatif, sebaiknya masyarakat meminta bantuan akademisi yang cerdas untuk membantu mereka dalam melakukan dialog yang argumentatif dengan para calon wakil legislatif mereka tersebut. Inilah langkah atau cara yang seharusnya dilakukan oleh sebuah bangsa yang cerdas dan anti korupsi dalam sebuah proses pemilihan calon pemimpin dan pemilihan calon wakil rakyat.
Untuk para caleg dan para calon pemimpin yang memang berkualitas 'minyak unta cap unta" pasti akan senang menerima tantangan diskusi dari masyarakat, yang tentunya bersifat argumentatif tersebut.
Tetapi bagi para caleg dan para calon pemimpin yang memang hanya berkualitas sekelas 'minyak babi cap unta" pastinya akan menolak tantangan diskusi argumentatif dari masyarakat tersebut dengan cara yang sangat halus, yang dikemas dalam berbagai bentuk alasan.
Mengapa demikian? Karena diskusi yang argumentatif bukanlah isi atau kandungan yang ada di dalam sebuah kemasan 'minyak babi'. Tetapi jika masyarakat hanya meminta panggung hiburan, bagi-bagi uang, kaos dan sembako, para caleg dan para calon pemimpin tersebut pastinya akan dengan cepat menyanggupinya. Karena tidak perlu intelektualitas yang berkualitas untuk mewujudkan itu semuanya.
Pilihan semua kembali ke pemikiran masyarakat. Mau 'minyak babi cap unta' , mau 'minyak unta cap babi', mau 'minyak unta cap unta', atau mau 'minyak babi cap babi' pun ada…..
Pastinya semua pilihan tersebut akan menghasilkan konsekuensinya di dunia ini, dan pertanggungjawabannya masing-masing di akhirat nanti. Jadi, berdoalah dan bersatulah sebagai sesama anggota masyarakat untuk mendapatkan kemasan 'minyak unta cap unta' yang asli dan pastinya halal dan bermanfaat. Wallahu'allam bisshowab.(BTL)
No comments:
Post a Comment