Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan) MediaBantenCyber.co.id - (MBC) Bandung, Goyang atau joget-joget pada acara peringatan 17 Agustus 2023 kemarin dengan iringan musik Ariani Putri berlagu "rungkad" menimbulkan pro dan kontra. Kontra karena mengganggu kesakralan "detik-detik proklamasi" sedangkan pro karena ini terobosan rezim Jokowi yang menjadikan Istana sebagai "rumah rakyat" bukan rumah priyayi atau ruang yang tak tersentuh oleh rakyat. Dengan kata lain "merakyat".
Puja puji kepada Jokowi atas terobosan tersebut. Berjoget bersama rakyat di Istana. Benarkah Jokowi "merakyat"? Atau itu artifisial dan hanya selera. Ritme upacara yang mengikuti selera seorang Jokowi.
Baca Juga : Proyek Pengurugan di Tanjung Pasir Sangat Meresahkan dan Mengganggu Aktivitas Masyarakat, Diduga Aparat Terkait Tutup Mata
Artifisial dan selera karena hal itu tidak permanen atau berlaku untuk hal lain. Kunjungan pengunjuk rasa, misalnya. Maknanya adalah jika benar Istana terbuka menjadi "ruang rakyat" maka buka pula untuk rakyat yang ingin menyampaikan aspirasinya kepada Presiden.
Mungkinkah aspirasi damai atau aman dapat dilakukan di halaman Istana? Nampaknya masih jauh panggang dari api.
UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum memberi kemerdekaan untuk menyampaikan aspirasi kepada Presiden di Istana. Hanya memang Penjelasan Pasal 9 ayat (2) membatasi jarak untuk aspiran itu 100 meter dari pagar luar.
Baca Juga : Bincang Hangat Jokowi-Fahri Hamzah Usai Penganugerahan di Istana
Sebagaimana juga turut bergembiranya Presiden Jokowi bersama rakyat bergoyang dan tersenyum, coba temui para pengunjuk rasa dengan tersenyum pula. Para penjaga keamanan berjogetlah seperti joget "rungkad" ketika mengawal pengunjuk rasa. Tidak perlu menyemprotkan gas air mata atau mementung kepala atau bahkan menembak anak-anak muda yang sedang melampiaskan cintanya pada tanah air dan bangsa.
Saat halaman Istana "keluar dari pakem" boleh berjoget-joget, maka bolehkan pula mahasiswa berunjuk rasa di halaman Istana. Tidak seperti sekarang betapa sulit mendekat area Istana. Bahkan Presiden dan aparat keamanan sendiri telah nyata-nyata melanggar UU dengan mencegat pengunjuk rasa melebihi jarak 100 meter dari pagar luar.
Baca Juga : Mafia Tanah Program Prioritas PTSL Presiden Jokowi Diduga Merajalela di Kabupaten Tangerang
Ditambah dengan pemasangan kawat berduri seperti akan berperang melawan rakyatnya sendiri.
Kini pengunjuk rasa hanya bisa menyampaikan aspirasinya terdekat dari Istana di area "patung kuda". Jarak ke pagar luar kurang lebih 1 Km. Artinya 10 kali dibandingkan yang dibenarkan oleh undang-undang. Presiden telah bersikap ambivalen.
Baca Juga : Kekuasaan akan Hilang Jika Penguasa Hanya Mengutamakan Ikatan Cinta Kepada Istana Dibanding untuk Rakyat
Belum lagi Presiden Jokowi yang biasa "kabur" jika ada demo yang dilakukan oleh masyarakat baik mahasiswa, buruh, ulama ataupun emak-emak.
Jadi bagi mereka yang telah berbusa-busa memuja-muji Presiden Jokowi atas joget-joget "Istana rakyatnya", coba dorong Pak Jokowi agar membuka juga halaman Istana untuk para mahasiswa yang hendak bertemu Presiden dan menyampaikan aspirasi kebangsaannya.
Baca Juga : Menghitung Hari Jelang Rezim Jokowi Tumbang dari Istana
Bersama berjoget politik dan akademik dengan ujaran-ujaran yang menggelitik.
Tanggalkan dahulu pak Jokowi pakaian raja Amangkurat I yang berwajah baik tetapi kejam. Yang gemar berteman dengan penjajah untuk membantai lawan-lawan politik, termasuk para ulama.
Hari Kemerdekaan bukan untuk tampilan keangkuhan dan kemunafikan.
Apalagi harus dengan berjoget-joget di halaman Istana. Tampilan itu adalah wujud dari para pemimpin borjuis yang sedang mabuk atau tidak berempati pada rakyat yang tertindas dan menderita.(BTL)
No comments:
Post a Comment