Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan) MediaBantenCyber.co.id - (MBC) Kota Tangerang Selatan, Bagi Susaningtyas Nefo yang mengklaim sebagai pengamat intelijen, mantan aktivis Partai Hanura dan PDIP, mungkin dengan judul di atas (Thoghou fil-bilaad) langsung mengidentifikasi pembuat artikel adalah teroris karena memenuhi ciri-ciri kriteria Nefo. Maklum itu bahasa Arab, terlebih ada dalam Al Qur'an.
Mungkin anggapannya Al Qur'an itu kitab suci para teroris. Sama dengan Abu Janda yang menyebut agama teroris adalah Islam dan Denny Siregar yang menilai anak-anak santri cilik di Tasikmalaya sebagai calon teroris. Komunitas Islamophobia gemar menyinggung dan menyerang umat Islam beserta keyakinannya.
Thoghou fil-bilaad artinya berbuat zalim atau sewenang-wenang di dalam negara. Mengabaikan aturan serta menganggap dirinya berkuasa dan dapat berbuat apa saja baik memaksa pentaatan maupun menghukum penentang. Dikelilingi oleh para pengabdi yang selalu siap untuk menjilat dan mengagung-agungkan.
Baca Juga : Di Masa PPKM Tempat Hiburan Malam Nekat Tetap Buka di Gading Serpong
Predikat itu diberikan oleh Allah kepada Fir'aun "wa fir'auna dzil autaad, alladziina thoghou fil bilaad" (dan Fir'aun yang membangun infrastruktur, yang berbuat sewenang-wenang di dalam negara)--QS Al Fajr 10-11. Fir'aun dikelilingi Komandan Keamanan Hamman, Menteri Keuangan Qorun, dan Menteri Agama dan Spiritualitas Bal'am. Dukun dan tukang sihir ikut mengawal kebijakan. Dengan kombinasi antara otokrasi dan oligarki Fir'aun mempertuhankan dirinya. Menindas bangsanya.
Thoghou fil bilaad dilanjutkan oleh para penerusnya dimana dan kapanpun yaitu pemegang kekuasaan yang korup. Tidak sama persis memang, akan tetapi karakter seperti ini selalu muncul sebagai efek dari kenikmatan berkuasa. Ada pengaruh ada pula modal kekayaan. Mampu pula menggerakkan alat pemaksa baik aparat maupun penegak hukum. Dalil spiritual menjadi bagian dari stempel kebijakan.
Kita berharap bahwa Presiden Jokowi tidak berkarakter thoghou fil-bilaad. Karena ia dipilih dari proses demokrasi melalui Pemilihan Umum (Pemilu). Meskipun sinyalemen curang melekat juga. Ia mesti menjaga amanah dan berlaku adil. Tidak boleh memperalat aparat ataupun hukum untuk kepentingan politik kekuasaan.
Baca Juga : Di Masa Covid-19 Satpol PP Tidak Membubarkan Keramaian Pasar Royal, Ini Alasannya
Fenomena pembiaran lambatnya proses peradilan pembunuhan 6 anggota Laskar, pembungkaman HRS dengan menunggangi hukum, penahanan Munarman, pembubaran HTI dan FPI semaunya, memperalat pandemi, hingga pengancaman Hersubeno Arief dan Rocky Gerung dapat menjadi bagian dari thoghou fil bilaad.
Sejuta alasan untuk seribu tangan dengan satu prinsip bahwa oposisi harus dihancurkan. Kekuasaan tidak bisa diganggu gugat dan mesti dilanggengkan. Periode demi periode.
Thoghou fil bilaad merupakan perilaku yang dibenci Ilahi. Melalui tangan Musa, Fir'aun yang zalim dan bala tentaranya itu ditenggelamkan. Cemeti adzab dipukulkan. Kekuasaan pun hilang tak berbekas.
Thoghou fil bilaad tak butuh wajah garang karena esensinya adalah memanipulasi kasus hingga hilang, memainkan tokoh politik sebagai wayang, serta menindas semua orang dan merampas semua barang.
"fa aktsaruu fiihaal fasaad" mereka melakukan banyak kerusakan. (QS Al Fajr 12).(BTL)
No comments:
Post a Comment