Oleh: Asyari Usman (Jurnalis Senior Freedom News) MediaBantenCyber.co.id - (MBC) Jakarta, Sekarang kita perlu menjawab pertanyaan mengapa Jokowi bersikeras agar Gibran Rakabuming menjadi cawapres untuk Prabowo Subianto? Apakah sekadar manuver untuk melawan Bu Megawati ?. Tidak. Bukan itu. Jokowi sadar bahwa pilpres 2024 adalah kesempatan terakhir bagi dia untuk menjadikan anaknya itu sebagai orang kuat. Yang akan mengawal dia dan keluarganya, kelak.
Tidak akan ada lagi peluang berikutnya. Sebab, Jokowi pasti turun tahun depan. Setelah Jokowi tidak lagi presiden, Gibran tak akan mungkin bisa ikut pilpres 2029. Hampir mustahil.
Jokowi juga paham pepatah "momentum tidak akan datang dua kali". Ini pepatah yang sangat terkenal di dunia pertarungan. Khususnya di panggung politik.
Ada benarnya pepatah ini. Banyak contoh. Termasuklah ketika Pak Amien Rais punya peluang besar untuk menjadi presiden di masa gerakan Reformasi tempohari. Tapi Pak Amien melihat ada risiko besar. Beliau melewatkan momentum itu. Dan tidak pernah datang lagi.
Yang dilakukan Jokowi hari ini mirip dengan pepatah momentum tak datang dua kali. Bedanya dengan Pak Amien dulu, sekarang ini Jokowi mau merebut momentum Gibran duduk sebagai wakil presiden dengan cara yang licik. Sangat culas.
Mengapa dikatakan mirip? Karena momentum yang dipepatahkan itu hadir secara alami. Bukan dihadir-hadirkan dengan segala cara. Untuk Gibran, Jokowi mau menjadikan anaknya wapres dengan cara rekapaksa. Bukan lagi rekayasa.
Singkatnya, Jokowi memaksakan momentum untuk Gibran. Dia menciptakan momentum itu. Pokoknya Gibran harus menjadi wapres.
Seperti apa risiko mengambil momentum atau mengada-adakan momentum? Kalau momentum murni risikonya menyusul kemudian. Sedangkan rekapaksa Jokowi untuk Gibran risikonya bermunculan sejak awal.
Misalnya, sekarang ini Jokowi dikutuk oleh para penjilatnya sendiri. Mereka mencela rekapaksa momentum itu. Jokowi berkemungkinan menghadapi proses pemakzulan (impeachment) dalam waktu dekat ini. Dia diyakini telah melakukan banyak pelanggaran konstitusi.
Akankah Jokowi takut dengan berbagai risiko gara-gara menukangi konstitusi dan peraturan perundangan itu? Dia tidak takut risiko apa pun. Dia nekat melakukan kelicikan, kecurangan, dan pelanggaran.
Sekali lagi, ini semua dia lakukan demi mendudukkan Gibran di kursi wapres. Dan kesempatan itu hanya ada dan bisa sukses di pilpres 2024.
Jokowi tampaknya sudah membuat kalkulasi yang matang. Skenario ini harus terlaksana. Tidak ada kamus gagal.
Gibran gagal menjadi wapres berarti hancurlah "road map" yang telah dia susun untuk keamanan diri dan keluarganya maupun untuk keberlanjutan visi-misi toksiknya.(BTL)
No comments:
Post a Comment